Membangun Keluarga Yang Setia Kepada Tuhan
Yosua 24:14-15
Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!"
Ketika Allah menciptakan manusia pertama yang bernama Adam, Ia berfirman : "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (Kejadian 2:15 -24). Inilah ' Keluarga Pertama' yang dibentuk oleh Allah sendiri!
Jadi inisiatif berkeluarga itu adalah inisiatif Allah. Sebagai orang percaya maka sudah seharusnyalah kita tetap menaruh dalam hati kita dan mempercayainya bahwa kita berkeluarga juga berdasarkan inisiatif Allah. Karena kita percaya ini adalah inisiatif Allah, maka sudah selayaknya lah Allah menjadi pemimpin keluarga kita. Ini idealnya! Ini yang benar!
Bagaimana realitanya? Apakah keluarga kita berbeda dengan keluarga-keluarga lain, termasuk keluarga yang tidak mengimani Yesus sebagai Tuhan?
Nyatanya keluarga saya dan keluarga Kristen lainnya tidak beda dengan keluarga duniawi. Sama sekali tidak beda. Menyunting dari Buletin Parakaleo (Edisi Apr. - Juni 1997) ditulis oleh Pdt. Dr. Yakub B. Susabda : "Dalam realitanya kebanyakan orang Kristen menjalani kehidupan pernikahan dan keluarga yang sekali-kali tidak berbeda dari orang-orang non-Kristen. Yaitu kehidupan pernikahan dan keluarga "yang alami/natural" di mana orang bertemu, saling mencinta, membuat tekad bersama, meresmikan ikatan mereka, hidup bersama, bekerja mengumpulkan uang dan harta benda (untuk dinikmati bersama sampai hari tua), melahirkan anak-anak, mendidik, membesarkan, dan mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang mandiri dan bahagia. Yah suatu kehidupan dengan tujuan kebahagiaan.
Inilah tujuan dari pernikahan dan keluarga "yang alami" yang memang secara praktis sudah coba dijalani oleh hampir setiap orang, termasuk umat Kristiani. Tidak heran jikalau pergumulan mereka dalam pernikahan dan keluarga seringkali hanyalah untuk mengatasi dan menyelesaikan hambatan-hambatan dalam proses pernikahan dan keluarga mereka yang *KOSONG* untuk membentuk pernikahan dan membangun keluarga yang bahagia adalah suatu kesia-siaan jikalau itu semata- mata manifestasi proses alami, tanpa tujuan seperti yang telah ditetapkan oleh Allah."
Sungguh menyedihkan bukan? Kalau sudah begini, bagaimana bisa kita membangun keluarga yang setia kepada Tuhan Allah?
Yosua 24:14 dengan tegas mengatakan : "Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN."
Beribadah kepada Tuhan adalah bentuk kesetiaan kita kepadaNYA. Yang menjadi pertanyaan dan harus kita pertanyakan dengan sungguh hati adalah :" Mengapa keluarga harus beribadah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan setia?"
Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus mengajukan juga pertanyaan :" Apa tujuan Allah membentuk keluarga?"
Jika melihat kepada kitab Kejadian 2: 15-24 kita harus menggumuli tujuan Allah membentuk keluarga? Apakah hanya untuk memenuhi kebutuhan sexual pria? Apakah memang hanya untuk mengisi rasa kesepian jika pria itu seorang diri saja? Atau persis seperti yang kita baca pada kutipan di atas? Yaitu sekedar mencari bahagia! Ternyata masih banyak hal yang perlu kita gumuli.
Menurut Alkitab jelas sekali tujuan Allah menciptakan manusia adalah: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Inilah firman Allah pada Kej 1:28
Jadi dapat disimpulkan bahwa kita berkeluarga untuk melahirkan anak-anak Allah yang akan memenuhi bumi yang kemudian akan menjadi wakil Nya untuk mengelola bumi ini dengan baik dan benar.
Akan tetapi dengan jatuhnya manusia kedalam dosa pada Kej 3: 1-24 maka rusaklah hubungan manusia dengan Allah, sehingga juga rusaklah seluruh manusia itu. Jadi karena secara genetik sudah tidak baik, pastilah menurunkan keturunan yang rusak pula. Hingga tujuan Allah yang begitu baik dan mulia ini turut dirusak oleh manusia.
Apakah dengan kejadian ini Tujuan Allah menjadi berubah? Sama sekali tidak!! Itulah sebabnya Allah terus mencari manusia yang mau dipulihkan dari dosanya, sejak Perjanjian Lama kita melihat pahlawan-pahlawan iman yang ringkasannya kita dapat baca pada Ibrani 11: 1-40. Yang menjadi klimaknya adalah pengorbanan Yesus Kristus di Kayu Salib. Melalui Kayu Salib inilah, membuat mudah jalannya bagi manusia yang ingin menjadi partner Allah dalam membentuk keluarga yang melahirkan anak-anak Allah.
Jadi bertobat menjadi jawaban bagi kita yang ingin membangun keluarga yang setia kepada Allah.
Jawaban ini pula yang ditulis oleh Yosua pada ayat 15 : "Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!"
Yosua telah menentukan pilihannya dengan jelas dan mantap, dan ini sekigus menjadi sebuah tantangan kepada seluruh bangsa Israel pada saat itu.
Ada yang perlu kita renungkan adalah mengapa pada masa akhir hidup Yosua mengajukan tantangan ini?
Jika kita pelajari Alkitab maka pada Kitab Yosua 23 : 1; Lama setelah TUHAN mengaruniakan keamanan kepada orang Israel ke segala penjuru terhadap semua musuhnya, dan ketika Yosua telah tua dan lanjut umur.
Jelas sekali keadaan pada saat itu rakyat Israel sedang merasakan kenyamanan, keamanan mungkin juga penuh dengan sukacita karena setelah perjalanan yang cukup lama yaitu 40 tahun sejak keluar dari Mesir hingga ke Tanah Perjanjian yang penuh dengan kesukaran dan peperangan. Sekarang semuanya sudah berakhir. Akan tetapi Yosua perlu memberikan peringatan terakhir sebelum ia dipanggil pulang Allah, walau semua tampaknya aman dan tenang tetapi di sana ada banyak perangkap sehingga bisa saja rakyat Israel kembali kejalan yang salah.
Perhatikan apa yang ditulis pada pada Yosua 23 : 13; maka ketahuilah dengan sesungguhnya, bahwa TUHAN, Allahmu, tidak akan menghalau lagi bangsa-bangsa itu dari depanmu. Tetapi mereka akan menjadi perangkap dan jerat bagimu, menjadi cambuk pada lambungmu dan duri di matamu, sampai kamu binasa dari tanah yang baik ini, yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu.
Mengacu pada zaman Yosua menulis nasihat ini, bisa kita persamakan dengan keadaan saat ini. Jadi jebakan untuk tidak setia kepada Allah bukan pada saat kesulitan atau tekanan, tetapi justru pada saat seluruhnya terlihat aman, dan tenang sehingga kita lengah.
Ketika ada ajakan untuk membangun keluarga yang setia kepada Allah, kita dengan mudah mengatakan saya sudah beribadah kepada Tuhan! Setiap hari minggu saya dan keluarga datang beribadah di Gereja. Saya dan keluarga memberikan perpuluhan, dan masih banyak lagi bukti - bukti lain untuk pembelaan diri kita dihadapan orang-orang banyak, bahwa saya sudah membangun keluarga yang setia kepada Allah!
Apakah benar bahwa kita sudah dengan benar beribadah dan membangun keluarga yang setia kepada Allah? Bagaimana menurut penilaian Allah sendiri?
Masih bisakah kita membela diri di hadapan NYA bahwa kita telah berhasil membangun keluarga yang setia kepada Nya?
Suatu ketika saya mendapatkan tugas pekerjaan ke kota Surabaya, disana saya bertemu dengan seorang distributor perusahaan tempat saya bekerja. Keluarga kolega saya ini kebanyakan menjadi pengusaha yang sukses di kota Surabaya. Pada saat saya berjalan bersamanya ada sebuah spanduk yang besar di persimpangan jalan, yang isinya mengajak masyarakat Surabaya yang beragama Kristen untuk menghadiri sebuah kebaktian yang dipimpin oleh seorang tokoh dari Jakarta, lengkap dengan fotonya. Ketika melihat spanduk itu kolega saya mengatakan sambil menujuk foto itu, orang ini mulai hari senin hingga sabtu menipu orang-orang dalam bisnisnya, dan hari minggu dia menipu Tuhannya seolah-olah ia orang baik. Saya terkejut mendengar tudingannya, tanpa bisa berkata apa-apa karena memang tidak mengenal orang yang ditunjuk itu, termasuk sepak terjangnya.
Saya hanya bisa mengeluarkan kata-kata: " Ooh, ya!" Dan tidak memperdulikan ucapannya karena kolega saya bukan seorang Kristen. Jadi saya pikir ya mungkin ia hanya sentimen saja kepada pengikut Kristus.
Mengapa sang tokoh dalam spanduk itu sampai dituduh demikian? Saya pikir pasti ada sepak terjangnya yang membuat orang membuat kesimpulan seperti itu, inilah yang membuat batu sandungan bagi Kristus yang telah mengorbankan nyawanya.
Banyak orang Kristen merasa sudah beribadah kepada Allah jika sudah datang kegereja setiap minggunya, dan hari-hari lainnya ia bertindak dan berlaku persis seperti orang dunia.
Berbohong sedikit disana, menipu sedikit disini, dan sedikit menyerempet daerah abu-abu agar apa yang diharapkan atau dicita-citakan dapat tercapai. Istilah populer dalam dunia bisnis dan pekerjaan adalah sikut kiri, sikut kanan yang penting diri sendiri aman dan mapan.
Ah, saya tidak melakukan hal tersebut di atas! Perlu kita perhatikan, apakah kita mempunyai berhala modern lainnya?Yang tanpa sadar kita beribadah dengan setia kepada ilah-ilah modern tersebut seperti Hedonisme, Sex, Kekuasaan, Ketenaran dan banyak yang lainnya.
Jadi harus bagaimana? Bagaimana saya harus beribadah?
Sebelum menjawab pertanyaan ini perlu kita periksa, apa arti ibadah menurut Alkitab?
Alkitab mengatakan:" jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12: 8). Mirip dengan Yosua 24:14
Bagaimana caranya beribadah yang berkenan kepada-Nya dan dengan hormat dan takut?
Beribadah yang berkenan adalah dinilai dengan sepak terjang kita sehari-hari, sudahkah kita menunjukkan bahwa yang menuntun hidup kita adalah Allah. Untuk lebih jelasnya marilah kita belajar bagaimana firman Allah menjelaskan kepada kita :" Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya."
Kemudian lebih lanjut firman Allah berkata :" Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya."
Firman ini bisa dipelajari pada Yakobus 1: 22-26.
Kata ' tidak mengekang lidahnya' dapat juga kita kembangkan bukan hanya lidah tetapi perbuatan (tidak mengekang perbuatan) dan ini mencerminkan tidak sebagai pelaku Firman!
Pada hari minggu tanggal 3 Sept 2017, Pdt Ruben Hutagalung menjelaskan arti kata 'Setia'. Setia artinya melakukan sesuatu dengan penuh dengan integritas dan loyalitas'. Ini suatu hal yang sangat sulit yang harus dihadapi oleh orang Kristen.
Jadi kalau melihat hal ini perlu kita pertanyakan baik-baik, tatkala kita sebagai Ayah, Ibu atau anak-anak, apakah kita dapat menjadi keluarga yang setia kepada Tuhan? Melakukan segala sesuatu dengan penuh integritas dan loyalitas kepada Allah?
Jika melihat penjelasan di atas tentang hubungan kita dengan orang luar, jelas kita belum setia kepada Allah.
Sekarang periksa bagaimana hubungan kita dalam keluarga? Apakah kita telah melakukan firman Allah di dalam keluarga kita? Menjadi suami yang setia pada pernikahan, menjadi ibu yang setia kepada tugas dan kewajiban sebagai ibu? Kalau ini belum kita lakukan bagaimana kita dapat mendidik anak-anak kita untuk setia kepada Allah? Bagaimana kita dapat mengatakan bahwa kita telah membangun keluarga yang setia kepada Allah?
Orang-orang sekitar kita dapat kita kelabui, tetapi Allah tahu! Ungkapan ini sering kita abaikan, seolah-olah ungkapan untuk anak-anak sekolah minggu, bukan untuk kita yang telah dewasa. Kan anak-anak paling takut kalau dikatakan;' awas Tuhan lihat lho!'
Pada saat berkhotbah Pdt . Ruben menanyakan kepada jemaat:" Apakah jemaat mempunyai rasa takut kepada Allah?" Ada seorang jemaat yang hadir mengatakan "Tidak!"
Ketika saya renungkan mengapa jemaat tersebut mengatakan ' Tidak !', saya mengerti tatkala melihat kedalam diri saya sendiri, sebenarnya memang kita semua rata-rata ketika berbuat dosa (actual sin), lebih takut ketahuan oleh sesama manusia dari pada Allah!
Lebih lanjut Pdt Ruben menegaskan;' mengapa kita tidak berpikir bahwa ada Allah di samping kita! Janganlah satu kaki kita berpijak kepada Kristus, dan kaki yang satu berpijak pada Iblis.
Firman Allah berkata: "Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya." (Mat 18:7)
Bagiamana kita dapat membangun keluarga yang setia kepada Allah, jika kita sendiri tidak setia kepadaNYA!
Kalau kita sebagai kepala rumah tangga atau ibu rumah tangga tidak setia kepada Allah, itu berarti kita turut bersama dunia melakukan penyesatan kepada anak-anak atau anggota keluarga kita sendiri, bukan?, dan Allah berkata:" Celakalah kamu!"
Coba renungkan segala perbuatan kita dengan sungguh-sungguh! Kita sadar bahwa hidup kita belumlah benar, masih banyak dosa aktual yang melingkupi kehidupan kita. Kita masih belum setia.
Akan tetapi kita tidak perlu kecil hati karena Allah juga mengetahui kelemahan kita, dan Allah yang kita sembah adalah Allah yang setia kepada perjanjianNya yaitu Ia tetap mengasihi manusia, asal kita mau berbalik kepadaNya juga dengan penuh kesetiaan!!
Marilah kita lakukan seperti apa yang bangsa Israel katakan kepada Yosua : "Tidak, hanya kepada TUHAN saja kami akan beribadah." Kemudian berkatalah Yosua kepada bangsa itu: "Kamulah saksi terhadap kamu sendiri, bahwa kamu telah memilih TUHAN untuk beribadah kepada-Nya." Jawab mereka: "Kamilah saksi!" Ia berkata: "Maka sekarang, jauhkanlah allah asing yang ada di tengah-tengah kamu dan condongkanlah hatimu kepada TUHAN, Allah Israel." Lalu jawab bangsa itu kepada Yosua: "Kepada TUHAN, Allah kita, kami akan beribadah, dan firman-Nya akan kami dengarkan."
Marilah sidang pembaca bersama saya bertobat sehingga kita bersama-sama dapat membangun keluarga yang setia kepada Allah. Maka dengan berani kita katakan :" Saya adalah saksi terhadap diri saya sendiri, dan saya berserta keluarga akan setia hanya kepada NYA!"
Bogor 6 Sept 2017
Luki F. Hardian